My Profile

Foto saya
Lamongan jawa timur, Indonesia
Jangan lihat aku dari luar..............!!!!!

Jumat, 12 Agustus 2011

DEFINISI TASBIH, NAMA-NAMA TASBIH, BAHAN DASAR PEMBUATANNYA

Oleh:Khoirul hanafi
1. DEFINISI TASBIH

“As-Subhah”, ejaannya adalah huruf (Syin) berharakat dhammah, (ba) berharakat sukun, berasal dari kata “at-Tasbiih” yang maksudnya adalah perkataan “Subhaanallaah”, atau kata ini wazannya adalah taf’iil dari kata as-sabh yang maknanya adalah bergerak serta bolak balik, datang dan pergi, sebagaimana yang tertera di dalam firman Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).”

Bentuk jamaknya adalah subah seperti kata ghurfah bentuk jamaknya ghuraf. Ini adalah sebuah benda yang terdiri dari butiran-butiran yang dirangkai dengan seutas benang dan digunakan untuk menghitung dzikir.


Kata ini merupakan sebuah kata yang baru lahir di dalam bahasa Arab. Hal ini dikemukakan oleh al-Azhari dan juga oleh al-Farabi, kemudian diikuti oleh al-Jauhari yang mengatakan bahwa as-Subhah artinya adalah sesuatu yang digunakan untuk berdzikir. Berkata guru kami  Kata ini sama sekali bukan termasuk di dalam bahasa Arab, orang-orang Arab pun belum pernah mengenalnya, akan tetapi mulai muncul pada generasi pertama umat ini sebagai sarana untuk membantu orang dalam berdzikir, mengingat Allah, serta untuk menambah semangat.


Adapun as-Subhah menurut syari’at, maknanya adalah: Do’a dan shalat sunnah. Ibnu ‘Abbas menamakan jari telunjuk dengan sebutan al-Mas-bahah, sebagaimana yang ada di dalam “al-Faraj ba’dasy Syiddah” ,maka kata ini menurut syari’at merupakan jenis kata musytarak secara lafazh yang memiliki dua makna menurut syari’at, yaitu do’a dan shalat sunnah, karena keduanya merupakan sarana untuk berdzikir, misalnya: Subhatudh Dhuha (shalat sunnah Dhuha), adapun makna lain (selain syar’i) dari kata ini, adalah susunan butiran-butiran yang dipergunakan untuk menghitung dzikir.

2. NAMA-NAMA TASBIH

Dinamakan “subhah” dengan bentuk jamaknya “subah”, disebut juga “misbahah” dengan wazan “mif‘alah” yang dapat diambil darinya bentuk kata kerja sabaha, bentuk masdarnya adalah “as-sabh” dan jamaknya adalah “masaabih” dan “masaabiih”.

Dinamakan juga “at-Tasaabiih” sebagaimana yang tercantum di dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah pada bab “Man Karihat Tasbiih” (II/391), seraya menyebutkan sanadnya dari Ibrahim an-Nakha’i, bahwa beliau melarang puterinya mem-bantu para wanita memintal benang tasbih untuk berdzikir.


Nama lainnya adalah “an-Nizhaam”, seba-gaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam bukunya “al-Bida’ wan Nahyu ‘anha” hal. 12, dengan sanadnya dari Aban bin Abi ‘Ay-yasy berkata: “Saya bertanya kepada al-Hasan tentang hukum “an-Nizhaam” (untaian mutiara, biji-bijian dan semisalnya yang dirangkai dengan seutas benang) baik berupa biji-bijian maupun yang lainnya untuk berdzikir?” Beliau menjawab: “Tidak satu pun di antara para isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para wanita dari kaum Muhajirin pernah melakukannya.”


Pada sanad atsar ini, ada perawi yang derajat-nya matruk (ditinggalkan-pent.), dia adalah Aban bin Abi ‘Ayyasy al-Bashri, sehingga atsar ini tidak bisa dijadikan dalil, lebih-lebih riwayat Aban akan menjadi semakin lemah jika dia meriwayatkan dari al-Hasan, dan begitulah yang terjadi pada sanad atsar ini. Hal ini seperti penjelasan adz-Dzahabi di dalam al-Miizaan (I/11).


Dikenal juga dengan “al-Aalah”, di dalam al-Minhah ketika as-Suyuthi rahimahullah menyebutkan sebagian atsar-atsar yang menceritakan betapa banyak ibadah mereka, di antaranya membaca subhaanallah sebanyak seratus ribu kali dan seterusnya, beliau berkata: “Termasuk sesuatu yang telah diketahui dengan yakin adalah bahwa bi-langan seratus ribu, empat puluh ribu, dan yang lebih kecil dari itu tidak bisa dihitung dengan jari-jemari tangan, maka dari itu telah benar dan tetap bahwa dua bilangan tadi dihitung dengan menggunakan suatu alat.”


Orang-orang Shufi telah membuat-buat berbagai julukan untuk tasbih, di antaranya: Peng-ingat Allah, pengikat hati, tali penghubung, cambuk syaitan.

3. BAHAN DASAR PEMBUATANNYA

Tasbih dibuat dari berbagai bahan yang berbeda sesuai dengan keadaan, kemampuan, tingkat kemudahan dalam mendapatkannya, sedikit banyaknya harta, demikian juga sesuai dengan masa dan tempat. Setiap daerah memilih bahan-bahan khusus untuk pembuatannya seperti di Mesir, India, Cina, dan Eropa. Ini akan saya sebutkan beberapa bahan dasar pembuatan tasbih yang sempat saya (penulis) amati, antara lain tanah liat, kerikil, biji-bijian, bahan tambang, gading, kaca, emas, perak, keramik, ambar serta jenis wewangian lainnya, batu-batu mulia, berlian, atau sesuatu yang dilapisi dengan emas, perak, atau yang terbuat dari tulang sebagian hewan, seperti gigi gajah, dan juga berbagai jenis kayu seperti al-arz di Libanon, juga dibuat dari sebagian biji buah-buahan, seperti misymisy dan khukh .


Kemudian tasbih juga memiliki berbagai war-na, seperti hitam, merah, putih dan seterusnya.

[Disalin dari buku "As-Subhah : Taariikhuhaa wa Hukmuhaa", Edisi Indonesia Adakah Biji Tasbih Pada Zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Penulis Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]


1 komentar: