PENGEMBANGAN
TUJUAN DAN ISI KURIKULUM
Pemakalah :
Thoriq Hidayatullah
Rijalul Muttaqin
A. Hakekat
Tujuan Pendidikan
Untuk memahami tujuan pendidikan
John Dewey (1916) membandingkan antara hasil
pendidikan
dan tujuan pendidikan. Selanjutnya Dewey memberikan gambaran tentang
angin
berhembus di padang pasir yang menyebabkan pasir berpindah dari tempatnya.
Gambaran ini
oleh Dewey disebut hasil. Pasir berpindah karena hembusan angin sebagai
hasil karena
menunjukkan efek, bukan tujuan. Sedangkan hakekat tujuan pendidikan
dapat dilihat
dari gambaran sekelompok lebah yang membangun sarang, menghisap sari
madu, dan
memproduksi madu. Ativitas lebah ini menunjukkan kegiatan yang bertahap.
Kegiatan satu
mempesiapkan kegiatan berikutnya. Ketika lebah membangun sarang, ratu
lebah
bertelur yang disimpan di sarang lebah. Kemudian telur dijaga dalam temperatur
tertentu.
Setelah menetas, lebah muda diberi makan sampai tumbuh besar dan cukup
kekuatan
untuk mengumpulkan sari madu.
Tujuan selalu
berkaitan dengan hasil, tetapi tujuan lebih merupakan kegiatan yang
mengandung
proses. Tujuan menampilkan aktivitas yang teratur dan pada akhirnya
tujuan akan
berdampak pada hasil. Dalam pendidikan, tujuan dapat digambarkan seperti
petani, yang
bertujuan menyiapkan dan mengkondisikan lahan untuk bercocok tanam.
Petani harus
menyiapkan sejumlah peralatan dan kegiatan. Terkadang petani dihadapkan
pada sejumlah
hambatan dan tantangan, seperti hujan, badai, angin, serangga, dan
berbagai
penyakit tanaman yang menghambat kerja petani.
Karakteristik
tujuan pendidikan yang baik, menurut Dewey (1916) adalah:
1. Tujuan
pendidikan harus berupa kegiatan dan kebutuhan intrinsik
2. Tujuan
pendidikan harus bisa dicapai. Untuk itu, tujuan harus bersifat fleksibel dan
mengandung
pengalaman belajar.
3. Tujuan
pendidikan harus merepresentasikan kegitan
Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, seperti dikutip Nasution (2008),
bahwa rumusan
tujuan harus meliputi:
1. Proses
mental, yaitu metode untuk melakukan sesuatu
2. Produk,
bahan yang berkaitan dengan itu. Misalnya, ”Memperoleh ketrampilan
menggunakan
peta (proses) untuk mencari ibukota negara‐negara di Amerika Selatan
(produk);
”Memiliki kesanggupan untuk membedakan (proses) fakta dan opini.”
3. Tujuan
yang kompleks harus dispesifikkan sehingga lebih jelas bentuk kelakuan yang
diharapkan,
seperti ”mengapresiasikan kesenian” dapat dikhususkan seperti
”mengapresiasi
seni tari.”
4. tujuan
harus dinyatakan dalam bentuk kelakuan yang diharapkan dari kegiatan
belajar itu.
Mempelajari agama‐agama lain
tidak dengan sendirinya memupuk sikap
toleransi
sebagai hasil belajar sampingan (concomitant learning). Oleh karena itu, harus
disebutkan
toleransi sebagai tujuan yang diinginkan.
5. Tujuan
sering bersifat ”development”, yaitu tidak dapat dicapai sekaligus, akan tetapi
harus
dikembangkan secara kontinyu, seperti ”berpikir kritis” atau ”kesanggupan
memecahkan
masalah” memerlukan waktu yang lama agar tercapai. Ada tujuan yang
dapat dicapai
dalam waktu singkat, namun tidak semua tujuan pendidikan harus bisa
dicapai dalam
waktu cepat.
6. Tujuannya
hendaknya realistik atau dapat dicapai siswa pada tingkat dan usia
tertentu.
2
7. Tujuan
harus meliputi segala aspek perkembangan anak yang menjadi tanggung
jawab sekolah
atau madrasah, yaitu biasanya meliputi aspek kognitif, afektif, serta
ketrampilan
psikomotorik.
B. Hierarki
Tujuan Kurikulum
Dilihat dari
herarkisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat umum
sampai tujuan
khusus yang bersifat spesefik dan dapat diukur. Sukmadinata (2001)
mengklasifikasikan
tujuan dalam kurikulum pada tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional,
tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional. Tujuan pendidikan nasional
adalah tujuan
jangka panjang dan tujuan ideal suatu bangsa. Tujuan institusional
merupakan
sasaran suatu lembaga pendidikan atau sekolah dan madrasah. Tujuan
kurikuler
adalah tujuan yang dicapai oleh suatu program studi. Sedangkan tujuan
instruksional
merupakan target yang harus dicapai oeh sesuatu mata pelajaran. Tujuan
instruksional
dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional
khusus.
Itilah yang dipakai sekarang ini, adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar untuk
tujuan instruksional umum dan merupakan tujuan pokok bahasan.
Sedangkan
indikator merujuk pada tujuan instruksional khusus.
Tujuan
pendidikan nasional yang merupakan tujuan jangka panjang merupakan
tujuan yang
bersifat umum. Sementara tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup
pendek
merupakan tujuan yang bersifat khusus. Tujuan‐tujuan khusus dijabarkan dari
tujuan umum
yang biasanya abstrak dan luas menjadi tujuan khusus yang lebih konkrit,
sempit, dan
terbatas.
Sanjaya
(2009: 106‐117) mengklasifikasikan tujuan
kurikulum menjadi empat yaitu:
1. Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah
tujuan umum yang sarat dengan muatan filosofis. TPN merupakan
sasaran akhir
yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya
setiap
lembaga dan penyelenggaraan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh
lembaga
pendidikan formal, informal maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum
biasanya
dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan
hidup dan
filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk
undang‐undang. TPN merupakan sumber dan
pedoman dalam usaha
penyelenggaraan
pendidikan.
Secara jelas
tujuan Pendidikan Nasional yang bersumber dari sistem nilai
Pancasila
dirumuskan dalam Undang‐Undang No. 20
Tahun 2003, Pasal 3, yang
mermuskan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik, agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara
yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan
pendidikan seperti dalam rumusan di atas, merupakan rumusan tujuan
yang sangat
ideal yang sulit untuk direalisasikan dan diukur keberhasilannya.
Memang sulit
untuk mencari ukuran dari tujuan yang ideal. Oleh karena kesulitan
itulah, maka
tujuan pendidikan yang bersifat umum itu perlu dirumuskan lebih
khusus.
3
2. Tujuan
Institusional
Tujuan
institusional, adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan.
Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang
harus
dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan
program di
suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan
tujuan antara
untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk
kompetensi
lulusan setiap jenjang pendidikan. Seperti misalnya standar kompetensi
pendidikan
dasar, menengah, kejuruan dan jenjang pendidikan tinggi.
Berikut
contoh tujuan institusional, seperti yang tertuang dalam peraturan
Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan Bab V Pasal
26 yang
menjelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan pada jenjang pendidikan
dasar
bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
Standar
Kompetensi Lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan
untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan
kejuruannya.
Standar
Kopetensi Lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk
mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia,
memiliki
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan,
mengembangkan,
serta menerapkan ilmu, teknologi dan seni, yang bermanfaat bagi
kemanusiaan.
3. Tujuan
Kurikuler
Tujuan
kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau
mata
pelajaran. Tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus
dimiliki anak
didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam
suatu lembaga
pendidikan. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan
untuk
mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan
kurikuler
harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan
institusional.
Pada
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas:
a. kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok
mata pelajaran estetika; dan
e. kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan.
Badan Standar
Nasional Pendidikan kemudian merumuskan tujuan setiap
kelompok mata
pelajaran sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005
sebagai
berikut:
a. Kelompok mata pelajaran Agama dan
Akhlak Mulia yang bertujuan bertakwa
kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan tersebut dicapai
melalui
muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu
pengetahuan
dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan.
4
b. Kelompok mata pelajaran
Kewarganegaraan dan Kepribadian bertujuan:
membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah
air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan atau kegiatan agama,
akhlak mulia,
kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan
jasmani.
c. Kelompok mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi bertujuan:
mengembangkan
logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
d. Pada satuan pendidikan
SD/MI/SDLB/paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/ atau
kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan
sosial, keterampilan/kejuruan, dan atau teknologi informasi dan
komunikasi,
serta muatan lokal yang relevan.
e. Pada satuan pendidikan
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui
muatan dan/
atau kegiatan bahasa, matematika,ilmu pngetahuan alam, ilmu
pengetahuan
sosial, keterampilan/ kejuruan, dan atau teknologi informasi dan
komunikasi,
serta muatan lokal yang relevan.
f. Pada satuan pendidikan
SMA/MA/SMALB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui
muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan
sosial, keterampilan/kejuruan,teknologi informasi dan komunikasi,
serta muatan
lokal yang relevan.
g. Pada satuan pendidikan SMK/MAK,
tujuan ini dicapai melalui muatan dan/ atau
kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetauan sosial,
keterampilan,
kejuruan,teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal
yang relevan.
h. Kelompok mata pelajaran Estetika
bertujuan: membentuk karakter peserta didik
menjadi
manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini
dicapai
melalui muatan dan/ atau kegiatan bahasa, seni dan budaya,
keterampilan,
dan muatan lokal yang relevan.
i. Kelompok mata pelajaran Jasmani,
Olah raga, dan Kesehatan bertujuan:
membentuk
karakter peserta didik agar sehat jasmani dn rohani, dan
menumbuhkan
rasa sportivitas. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/ atau
kegiatan
pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan
alam, dan
muatan lokal yang relevan.
4. Tujuan
pembelajaran/Instruksional
Tujuan
pembelajaran atau yang disebut juga dengan tujuan instruksional,
merupakan
tujuan yang paling khusus. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan
(kompetensi)
atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah
mereka
melakukan proses pembelajaran tertentu. Penetapan tujuan pembelajaran
merupakan
syarat mutlak bagi guru. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang
hendak
dicapai pada akhir pembelajaran (Furchan, 2005:130).
Selanjutnya,
bagaimana cara merumuskan tujuan pembelajaran atau indikator
hasil belajar
itu?
Ada empat
komponen pokok yang harus nampak dalam rumusan indikator hasil
belajar
seperti yang digambarkan dalam pertanyaanberikut.
a. Siapa yang belajar atau yang
diharapkan dapat mencapai tujuan atau mencapai
hasil belajar
itu?
b. Tingkah laku atau hasil belajar
yang bagaimana yang diharapkan dapat dicapai
itu?
c. Dalam kondisi yang bagaimana hasil
belajar itu dapat ditampilkan ?
5
d. Seberapa jauh hasil belajar itu
bisa diperoleh?
Pertanyaan
pertama berhubungan dengan subjek belajar. Rumusan indikator hasil
belajar
sebaiknya mencatumkan subjek yang melakukan proses belajar, misalkan
siswa,
peserta penataran, dan lain sebagainya. Penentuan subjek ini sangat penting
untuk
menunjukkan sasaran belajar.
Pertanyaan
kedua berhubungan dengan tingkah laku yang harus muncul sebagai
indikator
hasil belajar setelah subjek mengikuti atau melaksanakan proses pembelajaran.
Ada dua hal
yang harus diperhatikan dengan rumusan tingkah laku ini.
Pertama,
rumusan tingkah laku dalam tujuan pembelajaran adalah tingkah laku yang
berorientasi
pada hasil belajar, bukan proses belajar. Hal ini dimaksudkan agar mudah
dilihat
ketercapaiannya di samping rumusan tingkah laku berorientasi pada hasil
belajar lebih
rasional sebagai dampak dari suatu proses pembelajatan.
Perhatikan
contoh rumusan berikut ini!
”Diharapkan
siswa dapat mendiskusikan pengertian demokratis.”
Perilaku
mendiskusikan jelas bukan merupakan perilaku hasil belajar melainkan
perilaku
proses belajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar itu dirumuskan dalam
bentuk
kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat ditampilkan
melalui
performance siswa. Melalui kemampuan yang terukur itu dapat ditentukan
apakah
belajar yang dilakukan oleh siswa sudah berhasil mencapai tujuan atau belum.
Istilah‐istilah tingkah laku yang dapat
diukur sehingga menggambarkan indikator
hasil belajar
itu di antaranya:
a. Mengidentifikasi
(identify)
b. Menyebutkan
(name)
c. Menyusun
(construct)
d. Menjelaskan
(describe)
e. Mengatur
(order)
f. Membedakan
( different)
Sedangkan istilah‐istilah
untuk tingkah laku yang tidak teratur sehingga kurang
tepat
dijadikan sebagai tingkah laku dalam tujuan pembelajaran karena tidak
menggambarkan
indikator hasil belajar, misalnya:
a. Mengetahui
b. Menerima
c. Memahami
d. Mencintai
e. Mengira‐ngira, dan lain sebagainya.
Pertanyaan
ketiga berhubungan dengan kondisi atau dalam situasi di mana subjek
dapat
menunjukkan kemampuannya. Rumusan tujuan pembelajaran yang baik harus
dapat
menggambarkan dalam situasi dan keadaan yang bagaimana subjek dapat
mendemonstrasikan
performance‐nya.
Pertanyaan
keempat berhubungan dengan stadart kualitas dan kuantitas hasil
belajar
sebagai standar minimal yang harus dicapai oleh siswa. Standar minimal ini
kadang‐kadang harus tercapai seluruhnya
atau 100%, namun kadang‐kadang juga
hanya
sebagian saja. Kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan teknis atau
skill,
misalnya biasanya standar minimal harus seluruhnya tercapai sebab kalau tidak
akan sangat
memengaruhi kualitas pembelajaran. Seorang siswa SMP tidak
seharusnya
dapat menunjukkan kemampuan maksimal atau 100% dari hasil belajar
yang
diharapkan. Misalnya, diajarkan 3 jenis sistem pemerintahan, diharapkan siswa
dapat
menjelaskan dua di antaranya dengan baik dan benar. Dari rumusan tersebut,
6
jelas adannya
batas minimal yang harus dikuasai. Contoh lain, misalnya diajarkan 5
teori tentang
asal usul kehidupan, diharapkan siswa dapat menyebutkan 3 di
antaranya.
Namun
demikian, seorang calon dokter, misalnya tentu saja harus memiliki
keterampilan
100% menggunakan pisau bedahnya; demikian dengan seorang pilot,
harus
memiliki kemampuan yang utuh tentang kemampuan yang diajarkannya;
seorang
pembuat komponen kendaraan misalnya pembuat baut, harus dapat
mencapai
hasil yanng maksimal tentang keterampilannya, sebab kalau tidak dapat
memengaruhi
produk yang dihasilkannya. Namun demikian,
Dari keempat
kriteria atau komponen dalam merumuskan tujuan pembelajaran,
maka
sebaiknya rumusan tujuan pembelajaran mengandung unsur ABCD, yaitu
Audience
(siapa yang harus memiliki kemampuan), Bhavior (perilaku yang
bagaimana
yang diharapkan dapat dimiliki), Condition (dalam kondisi dan situasi
yang
bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan sebagai hasil belajar yang
telah
diperolehnya), Degree (kualitas atau kuantitas tingkah laku yang diharapkan
dicapai
sebagai batas minimal).
Tujuan
Pendidikan Nasional yang merupakan sasaran akhir dari proses
pendidikan,
melahirkan tujuan‐tujuan
institusional atau tujuan lembaga pendidikan.
Tujuan
lembaga pendidikan itu selanjutnya dijabarkan ke dalam beberapa tujuan
kurikuler
atau tujuan bidang studi, dan kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan
pembelajaran,
atau tujuan yang harus dicapai dalam satu kali pertemuan.
Walaupun
tujuan yang dirumuskan guru adalah tujuan pembelajaran, akan tetapi
jangan lupa
bahwa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan yang ada di
atasnya,
yaitu tujuan kurikuler yang bersumber dari tujuan institusional dan tujuan
pendidikan
nasional. Hal ini perlu dipahami, sebab dalam implementasi proses belajar
mengajar guru
sering terjebak oleh pencapaian tujuan yang sangat khusus, sehingga
tujuan akhir
seperti yang tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional menjadi
terabaikan.
C.
Pengembangan Tujuan Kurikulum
Dalam
pengembangan kurikulum komponen tujuan merupakan salah satu komponen
yang sangat
penting. Mengapa demikian? Sebab setiap rencana harus memiliki tujuan
agar dapat
ditentukan apa yang harus dicapai, serta apa yang harus dilakukan untuk
mencapai
tujuan tersebut. Tujuan kurikulum, menurut Sukmadinata (2001:103)
dirumuskan
berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan
kondisi
masyarakat. Kedua, didasarkan atas pemikiran‐pemikiran dan terarah pada
pencapaian
nilai‐nilai filosofis terutama falsafah
negara. Asas filosofis merupakan
persoalan
mendasar dalam pengembangan kurikulum, misalnya tentang arah pendidikan
untuk
membentuk anak didik yang mampu menguasai bidang ilmu pengetahuan; atau
membentuk
manusia yang mampu berfikir kreatif dan inovatif; atau hanya sekedar
membentuk
manusia yang dapat mengawetkan kebudayaan masa lalu sesuai dengan
sistem nilai
yang berlaku di masyarakat. Perumusan tujuan merupakan hal yang sangat
penting dalam
sebuah kurikulum.
Ada beberapa
alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum. Pertama,
tujuan erat
kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya
pendidikan.
Kedua, tujuan yang jelas dapat membantu para pengembang kurikulum
dalam
mendesin model kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru
dalam
mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat
memberikan
arahan kepada guru dalam menentukan bahan atau materi yang harus
7
dipelajari,
menentukan metode da strategi pembelajaran, menentukan alat, media, dan
sumber
pembelajaran, serta merancang alat evaluasi untuk menentukan keberhasilan
belajar
siswa.
Ketiga,
tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam
menentukan batas‐batas dan kualitas pembelajaran.
Artinya, melalui pnerapan tujuan,
para
pengembang kurikulum termasuk guru dapat mengontrol sampai mana siswa telah
memperoleh
kemampuan‐kemampuan sesuai dengan tujuan dan
tuntutan kurikulum
yang berlaku.
Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan
kurikulum
suatu sekolah.
Tujuan dalam
pembelajaran dapat dibedakan atas beberapa kategori, sesuai perilaku
yang menjadi
sasarannya. Gage dan Briggs, dikutip oleh Sukmadinata (2001)
mengemukakan
lima kategori tujuan, yaitu intelectual skills, cogtives strategies, verbal
information, motor skills, and
attitudes.
Menurut Bloom, dalam bukunya
Taxonomy of Educational Objectives yang terbit
pada tahun
1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat
digolongkan
ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif,
efektif, dan
psikomotor.
1. Domain
Kognitif
Domain
Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubunagan dengan
kemampuan
intelektual atau kemampuan berpikir seperti kemampuan mengingat dan
kemampuan
memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6
tingkatan
(Mimin Haryati, 2007: 23‐24), yaitu:
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan
adalah tingkatan tujuan kognitif yang paling rendah. Tujuan ini
menuntut
siswa mengingat informasi yang sudah dipelajari (recall), seperti fakta,
rumus,
mengingat tanggal dan tahun sumpah pemuda, mengingat bunyi teori
relativitas,
dan lain sebagainya. Pengetahuan mengingat fakta semacam ini sangat
bermanfaat
dan sangat penting untuk mencapai tujuan‐tujuan yang lebih tinggi
berikutnya.
b. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman
lebih tinggi tingkatannya dari pengetahuan. Pemahaman bukan
hanya sekadar
mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan
menjelaskan,
menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap makna
atau arti
suatu konsep. Kemampuan pemahaman ini bisa pemahaman
terjemahan,pemahaman
menafsirkan ataupun pemahaman ekstrapolasi.
Pemahaman
menerjemahkan yakni kesanggupan untuk menjelaskan makna yang
terkandung
didalam sesuatu contohnya menerjemahkan kalimat, sandi, dan lain
sebagainya.
Pemahaman menafsirkan sesuatu, contohnya menafsirkan grafik;
sedangkan
pemahaman ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk melihat di balik
yang tersirat atau tersurat.
c. Penerapan (application)
Penerapan
merupakan tujuan kognitif yang berhubungan dengan kemampuan
mengaplikasikan
suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori,
rumus‐rumus, dalil, hukum, konsep, ide
dan lain sebagainya ke dalam situasi
baru yang
kongkret. Perilaku yang berkenaan dengan kemampuan memecahkan
suatu
persoalan dengan menggunakan rumus, dalil atau hukum tertentu. Di sini
8
tampak jelas,
bahwa seseorang akan dapat menguasai kemampuan menerapkan
manakala
didukung oleh kemampuan mengingat dan memahami fakta atau
konsep
tertentu.
d. Analisis
Analisis
adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran
ke dalam
bagian‐bagian atau unsur‐unsur serta hubungan antarbagian
bahan itu.
Analisis
merupakan tujuan pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin
dipahami dan
dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai kemampuan
mamahami dan
menerapkan. Analisi berhubungan dengan kemampuan nalar.
Oleh karena
itu biasanya analisis diperuntukkan bagi pencapaian tujuan
pembelajaran
untuk siswa‐siswa timgkat atas.
e. Sintesis
Sintesis
adalah kemampuan untuk menghimpun bagian‐bagian ke dalam suatu
keseluruhan
yang bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau melihat
hubungan
abstrak dari berbagai informasi yang tersedia. Sintesis merupakan
kebalikan
dari analisis. Kalau analisis mampu menguraikan menjadi bagianbagian,
makna
sintesis adalah kemampuan menyatukan unsur atau bagian‐bagian
menjadi
sesuatu yang utuh. Kemampuan menganalisis dan sintesis, merupakan
kemampuan
dasar untuk dapat mengembangkan atau menciptakan inovasi dan
kreasi baru.
f. Evaluasi
Evaluasi
adalah tujuan yang paling tinggi dalam dominan kognitif. Tujuan ini
berkenaan
dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan
maksud atau
kriteria tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan
untuk
memberikan suatu keputusan dengan berbagai pertimbangan dan ukuranukuran
tertentu,
misalkan memberikan keputusan bahwa sesuatu yang diamati
itu baik,
buruk, indah, jelek, dan lain sebagainya. Untuk dapat memiliki
kemampuan
memberikan penilaian dibutuhkan kemampuan‐kemampuan
sebelumnya.
2. Domain
Psikomotor
Domain
psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan
keterampilan
seseorang. Menurut Singer, seperti dikutip oleh Haryati (2007: 25)
kemampuan
psikomotorik lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada
reaksi‐reaksi fisik. Sedangkan Menurut
Mager dalam Haryati (2009) kemampuan
psikomotorik
mencakup gerakan fisik dan ketrampilan tangan yang menunjuk pada
tingkat
keahlian seseorang dalam suatu tugas atau kumpulan tugas tertentu. Ada
enam
tingkatan yang termasuk ke dalam domian ini:
a. Gerak refleks, yaitu respon motor
atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi
lahir.
b. Keterampilan dasar, yaitu gerakan
yang mengarah pada ketrampilan kompleks
yang khusus.
c. Keterampilan perceptual, yaitu
kombinasi kemampuan kognitif dan motor atau
gerak.
d. Keterampilan fisik, adalah
kemampuan untuk mengembangkan gerakan yang
paling
terampil.
9
e. Gerakan keterampilan, adalah
gerakan yang memerlukan belajar, seperti
olahraga.
f. Komunikasi nondiskursif, kemampun
berkomunikasi dengan menggunakan
gerakan.
3. Domain
Afektif
Domain
afektif berkenaan dengan sikap, nilai‐nilai dan apresiasi domain ini
merupakan
bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya
seseoarang
hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap sesuatu objek manakala telah
memiliki
kemampuan kognitif tingkat tinggi. Menurut Kratwhohl, dkk. Seperti
dikutip
Sanjaya (2009), domain afektif memiliki tingkatan yaitu:
a. Penerimaan (receiving/attending)
Penerimaan
adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala,
kondisi,
keadaan atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian yang positif
terhadap
gejala‐gejala tertentu manakala mereka
memiliki kesadaran tentang
gejala,
kondisi atau objek yang ada, kemudian mereka juga menunjukkan kerelaan
untuk
meerima, bersedia untuk memerhatikan gejala, atau kondisi yang
diamatinya
itu yang pada akhirnya mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan
segala perhatiannya terhadap objek
itu.
b. Menanggapi (responding)
Merespons atau menanggapi
ditunjukkan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif
dalam
kegiatan tertentu seperti, kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat
waktu, kemauan
untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain,
dan lain
sebagainya. Reasponding biasanya diawali dengan diam‐diam kemudian
dilakukan
dengan sungguh‐sungguh dan
kesadaran setelah itu baru respons
dilakukan
dengan penuh kegembiraan dan kepuasan.
c. Menilai (valuing)
Tujuan ini
berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau
kepercayaan
kepada gejala atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari
penerimaan
suatu nilai dengan keyakinan tertentu seperti menerima akan adanya
kebebasan
atau persamaan hak antara laki‐laki dan perempuan; mengutamakan
suatu nilai
seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu; serta
komitmen akan
kebenaran yang diyakininya dengan aktivitas.
d. Mengorganisasi (organization)
Tujuan yang
berhubungan dengan organisasi berkenaan dengan pengembangan
nilai ke
dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antar nilai dan
tingkat
prioritas nilai‐nilai itu.
Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasi nilai,
yaitu
memahami unsur‐unsur abstrak
dari suatu nilai yang telah dimiliki dengan
nilai‐nilai yang datang kemudian; serta
mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu
mengembangkan
suatu sistem nilai yang saling berhubungan yang konsisten dan
bulat
termasuk nilai‐nilai yang
lepas‐lepas.
e. Karakterisasi nilai
Tujuan ini
adalah mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan
pengkajian
secara mendalam, sehingga nilai‐nilai yang dibangunnya itu dijadikan
10
pandangan
(falsafah) hidup serta dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
Dalam setiap
rumusan tujuan pembelajaran, idealnya ketiga domain itu harus
berjalan
secara seimbang. Terlalu menekankan kepada salah satu domain saja, seperti
misalnya
pengembangan intelektual saja, atau sikap saja, atau keterampilan saja, tidak
akan dapat
membentuk manusia yang berkembang secar utuh seperti yang
digambarkan
dalam tujuan pendidikan nasional. Pencapaian ketiga domain secara
seimbang
harus menjadi acuan dan target setiap guru dalam proses pembelajaran.
Rangkuman
Tujuan
berbeda dengan hasil pendidikan. Namun demikian, tujuan selalu berkaitan
dengan hasil.
Tujuan lebih merupakan kegiatan yang mengandung proses. Tujuan
menampilkan
aktivitas yang teratur dan pada akhirnya tujuan akan berdampak pada hasil.
Karakteristik
tujuan pedidikan yang baik adalah: (1) tujuan pendidikan harus berupa kegiatan
dan kebutuhan
intrinsik; (2) tujuan pendidikan harus bisa dicapai. Untuk itu, tujuan harus
bersifat
fleksibel dan mengandung pengalaman belajar; dan (3) tujuan pendidikan harus
merepresentasikan
kegitan. Atau tujuan pendidikan harus mengandung: (1) proses mental,
yaitu metode
untuk melakukan sesuatu; (2) produk, bahan yang berkaitan dengan tujuan; (3)
tujuan yang
kompleks harus dispesifikkan; (4) tujuan harus dinyatakan dalam bentuk
kelakuan yang
diharapkan dari kegiatan belajar itu; (5) tujuan sering bersifat ”development”,
yaitu tidak dapat dicapai
sekaligus, akan tetapi harus dikembangkan secara kontinyu; (6)
tujuannya
hendaknya realistik atau dapat dicapai siswa pada tingkat dan usia tertentu;
dan
(7) tujuan
harus meliputi segala aspek perkembangan anak yang menjadi tanggung jawab
sekolah atau
madrasah, yaitu biasanya meliputi aspek kognitif, afektif, serta ketrampilan
psikomotorik.
Ada tiga
alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum. Pertama, tujuan erat
kaitannya
dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan. Kedua,
tujuan yang
jelas dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesin model
kurikulum
yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain sistem
pembelajaran.
Ketiga, tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam
menentukan
batas‐batas dan kualitas pembelajaran.
Tujuan pendidikan
memiliki hirarkhi, yaitu Tujuan Pendidikan Nasional (PTN); Tujuan
Institusional
(TI); Tujuan kurikuler (TK); dan Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran
(TP).
Daftar Pustaka
Dewey, John. (1916), “Aims in
Education” dalam Democracy and Education. Tanpa penerbit.
Ditjen Dikdas
dan Dikmenum. (2006), Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar.
Furchan,
Arief, dkk. (2005), Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan
Tinggi
Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haryati,
Mimin. (2007), Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta:
Gaung Persada
Press.
Nasution, S.
(2008), Asas‐Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
11
Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sanjaya,
Wina. (2009)., Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum
Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada.
Tim MEDP.
(2008)., Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam.
1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar